Menyikapi persoalan-persoalan yang menyangkut moral masyarakat dewasa ini siapakah yang paling bertanggungjawab terhadap pembentukan budi pekerti tersebut. Berbicara masalah moral dan pekerti masyarakat maka pendidikan sangat berperan. Sebagaimana diketahui bahwa ada tiga sentra pendidikan yaitu : keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiganya tak dapat dipisahkan dan harus berjalan beriringan. Dalam hal penanaman nilai, maka keluarga memegang peran penting. Pola asuhan orang tua dalam keluarga merupakan wujud pendidikan dalam keluarga. Sesuai perkembangan jaman, masalah isi dari pola asuhan dalam keluarga sangat penting untuk dicermati. Dalam arus globalisasi dewasa ini, disadari atau tidak, pertanyaan yang harus dijawab para orang tua adalah: apakah yang semestinya diprioritaskan sebagai isi dari pendidikan dalam keluarga. Hal ini penting mengingat dalam era global arus informasi dari berbagai belahan dunia dapat langsung masuk dalam ruang keluarga, baik lewat media cetak maupun elektronik. Berbagai keuntungan dapat diperoleh, namun tidak tertutup kemungkinan bahwa berbagai pengaruh negatif dapat pula secara langsung mempengaruhi anggota keluarga. Untuk mengantisipasi hal itu, pendidikan dalam keluarga yang merupakan lembaga pendidikan pertama dalam rangka penanaman berbagai nilai kehidupan perlu diisi dan diupayakan dengan sungguh-sungguh oleh para orang tua. Sebagai benteng pertama dan terakhir pendidikan menyangkut hal-hal yang normatif, orang tua harus dengan sadar mengupayakan bahwa isi pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan nilai. Karena dengan pendidikan nilai ini akan memberikan dasar yang kuat bagi anak untuk dapat mengantisipasi berbagai pengaruh negatif yang ada. Nilai sebenarnya merupakan sesuatu yang essensial dalam kehidupan individu maupun masyarakat. Nilai merupakan pola perhatian dalam hidup, baik secara individu maupun kelompok. Secara prinsip dari berbagai kajian teori dapat dikatakan bahwa nilai adalah merupakan konsepsi dasar tentang kehidupan yang terdapat pada individu maupun kelompok masyarakat, baik secara implisit maupun eksplisit, dan merupakan standar yang relatif ajeg hubungannya dengan pola berpikir, bersikap maupun berperilaku. Dengan makin kokohnya nilai-nilai yang dimiliki maka akan makin mampu anak menyaring apa yang perlu dan yang tidak perlu atau apa yang cocok dan tidak cocok bagi dirinya dan lingkungannya (Dantes,1993). Disamping keluarga peran sekolah dan masyarakat juga sangat menentukan dalam pembentukan budi pekerti. Begitu anak bersentuhan dengan dunia di luar lingkungan keluarganya maka berbagai nilai akan dijumpainya. Hal ini tentunya akan sangat berpengaruh terhadap budi pekertinya.
Kalau kita perhatikan proses
pendidikan di sekolah saat ini nampaknya terlalu menekankan pada ranah kognitif
saja. Anak didik terlalu dijejali oleh begitu banyak pelajaran dan budaya les
tambahan. Sedangkan ranah afektif sepertinya terabaikan, sehingga pendidikan
kita akhirnya menghasilkan orang-orang yang cerdas namun kurang mempunyai
kepekaan nurani. Ke depan, ketiga ranah
pendidikan harus berjalan seimbang. Pendidikan
budi pekerti pada hakikatnya merupakan pendidikan untuk membina sikap mental
(budi) dan perilaku hidup (pekerti) seseorang. Oleh karena itu karakteristik
pendidikan budi pekerti seyogyanya bersifat praktis pragmatis. Pendidikan budi
pekerti seharusnya tidak terlalu teoritis, akan tetapi berorientasi pada
masalah yang berkaitan dengan praktek hidup sehari-hari. Kita tidak hanya dituntut untuk mengerti
suatu ajaran yang bersifat doktriner tetapi yang jauh lebih penting adalah
bagaimana ajaran itu dapat dipraktekkan dalam keseharian hidup kita. Dengan
kata lain, pendidikan budi pekerti perlu
dihayati sebagai pendidikan dalam
berperilaku (praktis). Hal ini telah dinyatakan Dalam Kakawin Ramayana yaitu:Sakaning
wruh aji ginegoNitijna
cara kapuharaPandya
acarya, Dwija Pahayun,Gongentatah
tikanangasihAsal
kepandaian(Ilmu Pengetahuan) itu karena pengetahuan yang diperoleh itu dipatuhi. kebijaksanaan
membawa sikap dan perilaku para sarjana, para guru dan para Pandita hendaknya
dhormati dan dipatuhi. Besarkanlah olehmu kasih sayang itu. Tentang metode pendidikan budi pekerti masih terdapat
berbagai pendapat yang berbeda. Ada yang berpendapat bahwa pendekatan
tradisional yaitu melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu kepada peserta
didikmasih cukup relevan untuk diterapkan di Indonesia. Ahli lainya
berpandangan bahwa pendidikan budi pekerti dapat dilakukan melalui pendekatan
kultural (cultural approach), pendekatan manajerial ( managerial approach) dan
pendekatan keteladanan (behavioral model approach).
Ketiga
pendekatan ini bisa dilaksanakan secara integratif dan saling melengkapi, dan
bila hal ini bisa dilakukan secara konsekuen, maka akan dihasilkan produk
perilaku sosial yang luhur (Wayan Koster, 2001). Untuk mempersiapkan generasi mendatang
yang utuh budi pekertinya sehingga memiliki perilaku yang sesuai dengan nilai
luhur bangsa Indonesia, penanaman pendidikan budi pekerti harus dimulai sejak
dini.
Jakarta, 25 Desember 2013
Dwi Arisetia
Komentar
Posting Komentar